Akar Pendekatan Utilisasi Milton Erickson
| Oleh: A.S. Laksana |Bagaimana mengambil manfaat dari pengalaman diri sendiri, belajarlah kita pada Milton Erickson. Ia mengidap berbagai masalah sejak kecil. Ia buta warna dan buta nada, dan sedikit disleksia. Dan, masih ada lagi, jantungnya berdetak tidak beraturan (arrhytmia). Ia mengalami semua itu sebelum kondisi-kondisi tersebut dikenal oleh orang-orang di daerah pertanian di desa tempat tinggalnya.
Seluruh warna tampak olehnya sebagai warna ungu, dan semua lagu sama belaka dalam tangkapan telinganya. Ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, ia tidak bisa memahami kenapa orang yang berteriak dan memekik-mekik disebut “menyanyi”. Kesulitan lainnya ia alami dengan disleksia yang diidapnya. Pada umur 6 tahun ia tidak bisa membedakan angka “3” dan huruf “m”. Keterbatasan-keterbatasan itulah yang nantinya mendukung perkembangan minat, sikap, dan pendekatannya terhadap otohipnosis, trance, dan psikoterapi.
Disleksia yang membingungkan sering memberinya momen terpisah dari realitas. Erickson merumuskan momen itu dengan kehadiran cahaya yang menyilaukan atau halusinasi visual dalam situasi otohipnotik. Cahaya itu muncul pertama kali pada momen ketika ia akhirnya bisa membedakan angka 3 dan huruf m. Belakangan ia memaknai kemunculan cahaya dan pengetahuan yang didapatnya pada momen itu sebagai hubungan antara kondisi hipnotik (altered state) dan “cara kita mempelajari sesuatu”. Karena itulah Erickson selalu mengatakan bahwa hipnosis adalah momen pembelajaran.
Mengenai pendekatan terapetiknya ini, Erickson menuturkan bahwa itu bersumber dari pengalamannya dengan disleksia yang membuatnya kesulitan. Sampai duduk di bangku SMA, ia tetap mengalami kesulian dalam melafalkan sejumlah kata. Ia selalu beranggapan bahwa ketika ia mengucapkan “co-mick-alis, vin-gar, goverment, dan mung” itu semua sama persis dengan cara orang-orang lain melafalkan “comical, vinegar, government, dan spoon.” Guru SMA-nya, yang saat itu menjadi pelatih debat antarsiswa, berusaha keras selama berjam-jam untuk melatihnya melafalkan “government”. Dan itu sia-sia belaka.
Dengan ilham yang muncul tiba-tiba, sang guru memintanya mengucapkan nama teman sekelas “La Verne” dan Erickson bisa menyebutkannya dengan baik. Lalu sang guru menuliskan di papan tulis “govLaVernement” dan Erickson membacanya, “govlavernement.” Selanjutnya, guru memintanya membaca dengan menghilangkan “la” dari “La Verne”. Dan terjadilah keajaiban itu: Erickson berhasil melafalkan “government” sebagaimana orang-orang lain melakukannya. “Saat aku melakukannya, cahaya menyilaukan itu datang menyapu semuanya termasuk apa yang tertulis di papan tulis,” katanya. “Aku berterima kasih kepada Nona Walsh untuk teknik itu. Ia memperkenalkan hal yang tak terduga dan tidak relevan demi menghancurkan pola yang kaku dan sekukuh karang.”
Maka, dengan ingatan atas kejadian itu, ketika seorang pasien kepadanya bertahun-tahun kemudian dengan tubuh gemetar dan menangis sesenggukan, Erickson tahu apa yang harus ia lakukan. Orang itu terbata-bata mengatakan, “Saya dipecat. Bosku selalu menindasku. Mereka terus-terusan merendahkanku dan aku selalu hanya bisa menangis. Hari ini bosku berteriak kepadaku mengatakan, ‘Tolol! Tolol! Tolol! Keluar! Keluar!’ Karena itulah aku kemari.”
Dengan sungguh-sungguh dan serius, Erickson mengatakan kepada perempuan itu, “Kenapa kau tidak mengatakan kepadanya bahwa, sekiranya ia mengizinkan, kau akan dengan senang hati melakukan pekerjaanmu dengan cara yang lebih tolol lagi?” Muka perempuan itu tampak kosong, bingung, tercenung, dan kemudian tawanya meledak. Setelah itu percakapan mereka dipenuhi tawa terbahak-bahak. “Dan biasanya itu terjadi dengan sendirinya,” kata Erickson. (Baca: The Art of Misunderstanding)
Semudah itukah terapi dijalankan?
Ya, sebab Erickson memiliki pemahaman yang mendalam terhadap perilaku manusia dan sepanjang hidupnya ia telah melakukan pengamatan yang cermat terhadap aspek-aspek perilaku tersebut. Perempuan itu bisa tertawa terbahak-bahak karena Erickson berhasil membantunya keluar dari situasi yang menghimpit dan menghancurkan pandangan sempit perempuan itu yang melihat dirinya sendiri sebagai korban. Saran yang ia ajukan telah membalikkan situasi psikologis kliennya dari seorang korban menjadi pemegang kendali.***
Bacaan terkait: Hipnosis yang Nyaman bagi Klien
0 comments: