| A.S. Laksana | 1. Memunculkan simptom baru sebagai pengganti simptom lama.  Seorang pasien datang dengan migren di belahan kiri kepala...

Strategi Terapi: Substitusi Simptom

3:35 AM A.S. Laksana 0 Comments

| A.S. Laksana |

1. Memunculkan simptom baru sebagai pengganti simptom lama. 

Seorang pasien datang dengan migren di belahan kiri kepalanya. Ia mengatakan bahwa penyakitnya itu mula-mula datang sesekali dan belakangan terlalu sering ia mengalaminya. Dan waktunya lebih lama.

Pada saat ia memasuki kondisi trance, kepadanya dikatakan bahwa ketika ia bangun nanti, ia akan menemui kenyataan yang mengejutkan, yaitu bahwa migrennya masih tetap ada tetapi sekarang di belahan kanan. Ia tidak tahu bagaimana cara bawah sadar menyembuhkan migren di belahan kiri dan memunculkan migren di belahan kanan.

“Tetapi kau tahu bawah sadarmu bisa melakukan apa yang tidak kau ketahui. Ia bisa menyembuhkan migren di belahan kiri dan menjadikan migren di belahan kanan. Ia bisa menyembuhkan migren di belahan kanan dan memunculkan rasa gatal di dengkul kiri. Dan semuanya terjadi begitu saja tanpa disadari olehmu. Tetapi, dalam hal ini bawah sadar bekerja dengan caranya sendiri. Jika ia bisa memunculkan migren di belahan kiri, maka ia bisa menghilangkannya. Dan karena ia bisa menghilangkan migren, ia bisa juga memunculkan migren di belahan kanan.

“Dan karena ia bisa menghilangkan migren di belahan kiri dan memunculkan migren di belahan kanan, maka ia bisa juga memunculkan rasa gatal di dengkul kiri.

“Dan bawah sadar bisa menyampaikan atau tidak menyampaikan kepada pikiran sadar perihal kemampuannya ini. Itu terserah padanya bagaimana cara ia memberi pemahaman kepada pikiran sadar. Pikiran sadar tidak pernah tahu bagaimana cara bawah sadar memberi tahu. Ia bisa memunculkan sesuatu yang oleh pikiran sadar dipahami sebagai ilham, atau sekadar kejutan yang menyenangkan.”

Begitulah, seorang terapis bisa merancang munculnya simptom untuk pasiennya dan kemudian memasukkan sugesti, ketika pasien dalam kondisi trance, yang memberikan efek bahwa bawah sadarnya, yang bertindak otonom, mampu memunculkan dan menghilangkan simptom. Karena ia bisa menghilangkan simptom, maka ia juga bisa memunculkan simptom, dan sebaliknya. Dan ia bisa melakukan atas kehendaknya sendiri.

2. Pengendalian Simptom dan implikasinya

Implikasi dari itu adalah pengendalian simptom. Bukankah ia bisa membuat belahan kanan yang semula baik-baik saja menjadi sakit? Dan pada kesempatan yang sama, bukankah belahan kiri yang semula sakit menjadi sembuh? Pada kesempatan berikutnya, bukankah ia bisa membuat dengkul kiri menjadi gatal sementara migrennya hilang?

Ini penting dilakukan sehingga pasien tahu bahwa kalaupun akar masalahnya belum terselesaikan, ia bisa mengendalikan ketidaknyamanan yang muncul. Kemampuan untuk mengendalikan simptom mengimplikasikan adanya perubahan perilaku. Dan perubahan perilaku pada gilirannya akan memunculkan wawasan baru pada pasien dalam menangani sumber masalahnya.

Ini seperti bekerja dengan cara terbalik. Pada umumnya orang meyakini bahwa masalah bisa dibereskan jika akar masalahnya dibereskan. Tetapi yang sebaliknya juga berlaku. Jika pasien mampu mengendalikan simptomnya, itu akan menjadikan dirinya lebih nyaman. Dan ketika seseorang merasa dirinya lebih nyaman, apa yang semula menjadi sumber masalah akan menjadi tawar dengan sendirinya.

Untuk melatih pasien mengendalikan simptomnya, anda menunjukkan kepadanya bagaimana cara mengubah intensitas, posisi, atau bentuk simptom. Dengan menggeser simptom dari satu lokasi ke lokasi lain pada diri pasien, terapis membuktikan bahwa simptom bersifat psikologis dan karena itu bisa dilakukan perubahan. Ini juga untuk memberi kepercayaan kepada pasien bahwa ia ditangani oleh terapis yang mumpuni.

Anda tahu, jika terapis benar-benar bisa mengubah bentuk simptom atau mentransformasikan satu bentuk simptom ke bentuk lainnya, ini akan membuktikan kecakapan terapis, dan meningkatkan kepercayaan pasien sehingga terbuka kemungkinan untuk berubah. Kemampuan seperti ini, yang memberi perasaan nyaman kepada subjek, akan meningkatkan kepercayaan diri subjek bahwa ia bisa dengan mudah terbebas dari masalahnya, juga meningkatkan kepercayaannya kepada terapis, yang bisa diandalkan untuk membantunya mengatasi masalahnya.

3. Simptom dan akar masalah

Sampai sejauh ini, psikoterapi bekerja dengan asumsi terkuat bahwa setiap simptom memiliki akarnya. Setiap masalah ada penyebabnya. Hal itu memunculkan asumsi berikutnya: untuk membuat simptom benar-benar tersingkir, anda harus menyingkirkan akar masalahnya. Asumsi berikutnya lagi, jika akar masalah tidak tersingkirkan, pasien akan mengembangkan simptom baru, seperti memunculkan luka baru di tempat luka lama. Karenanya bisa lebih parah.

Karena itu, menyingkirkan akar masalah merupakan hal yang penting karena ia menjaga agar pasien tidak memunculkan simptom lainnya.

Pemunculan simptom baru ini tidak mungkin terjadi jika akar masalahnya sudah hilang. Jadi kita bisa mengatakan bahwa jika terapis hanya menangani simptomnya dan tidak menangani akar masalahnya, maka simptom pengganti, yang dimunculkan secara spontan oleh pasien, akan terbentuk untuk menggantikan simptom lama yang disingkirkan.

Tetapi dalam penanganan, kepiawaian seorang terapis sangat berperan besar. Di puncak kepiawaiannya untuk menggunakan hipnosis sebagai sarana terapi, Milton Erickson mengatakan bahwa seringkali tidak perlu kita berurusan dengan akar masalah. Katanya, “Jika pasien bisa mengendalikan simptomnya, mampu membuat perubahan signifikan dalam perilakunya, maka akar masalah itu akan tersingkirkan dengan sendirinya karena ia tidak punya alasan lagi untuk bertahan.”

4. Perlunya merasakan perubahan

Manfaat terapi tidak selalu kelihatan jelas bagi pasien pada saat ia dalam penanganan. Maka penting bagi kita untuk memberi alasan kepada pasien agar tetap melanjutkan terapi sampai masalahnya teratasi. Mungkin masalah yang diidap pasien itu begitu berat dan akarnya begitu dalam. Terapi yang berjalan bertahap akan dianggap oleh pasien sebagai tidak adanya kemajuan. Dan itu bisa membuat pasien merosot motivasinya.

Jika anda berhadapan dengan kasus semacam ini, yaitu akar masalahnya begitu dalam dan membutuhkan beberapa sesi terapi, anda perlu membuat pasien merasakan adanya kemajuan, sekecil apa pun, untuk memotivasi mereka agar tetap melanjutkan terapi.

Mengubah simptom, menggesernya dari satu tempat ke tempat lain, mengurangi intensitas simptom itu, adalah salah satu cara untuk menunjukkan bahwa hipnosis bisa diandalkan untuk menyelesaikan masalah yang diidap pasien. Jika akar masalah memerlukan penanganan yang serius dan sabar, anda sebagai terapis harus memiliki cara untuk membuat pasien bertahan menjalani terapi. Dan ini hanya akan terjadi jika pasien merasakan adanya perubahan terhadap simptomnya.

5. Simptom dan pemicunya

Perilaku manusia dibentuk oleh kebiasaan-kebiasaan. Karena itulah memahami pola-pola perilaku menjadi hal yang sangat penting bagi seorang hipnotis. Dengan mengenali pola-pola perilaku, kita memahami pandangan dunia pasien yang kita tangani. Dan perilaku simptomatik biasanya muncul ketika pemicunya ada.

Pemicu itu bisa sesuatu yang internal sifatnya, berupa ingatan yang terprogram di dalam pikiran bawah sadar orang. Pemicu juga bisa muncul dari luar, tetapi tetap saja ia berurusan dengan apa yang tertanam pada bawah sadar orang. Misalnya, situasi tertentu, seseorang, atau hal-hal tertentu bisa memicu munculnya perilaku simptomatik.

Pentingnya menyingkirkan akar masalah adalah untuk membuat pemicu, yang biasanya memunculkan perilaku simptomatik, menjadi tidak bekerja. Misalnya, jika akar masalah tersingkirkan, maka ingatan atau situasi tertentu, atau perjumpaan dengan seseorang sudah tidak lagi memunculkan kegelisahan. Pemicu tidak lagi bekerja ketika akar masalah teratasi. Respons pasien akan berbeda ketika akar masalah tak ada lagi.

Hipnosis bisa dengan mudah mengubah ingatan dan pengalaman subjektif orang, termasuk pandangan dunia seseorang. Ketika akar masalah sudah tidak ada lagi, hipnosis bisa sangat efektif untuk mengatasi masalah. Ketika sumber masalah masih aktif, misalnya jika perilaku simptomatik itu dipicu oleh kehadiran atau ingatan akan sosok orang tertentu, penanganan anda kurang efektif jika ditujukan ke orang yang menjadi pemicu itu. Yang perlu anda lakukan adalah bagaimana pasien bisa mengubah persepsinya tentang orang itu.

6. Munculnya Simptom Pengganti

Simptom baru atau simptom pengganti bisa dimunculkan secara spontan oleh pasien ketika penanganan terhadap simptom lama tidak sekaligus menyingkirkan akar masalah. Jadi, jika akar masalah masih aktif, anda perlu menanganinya sejalan dengan penanganan terhadap simptom. Jika tidak tersingkirkan, pasien bisa memunculkan simptom baru sebagai pengganti simptom lamanya. Misalnya, orang yang datang terapi untuk berhenti merokok. Jika akar masalahnya tidak tersingkirkan, ia bisa menghentikan kecanduannya terhadap rokok tetapi menggantinya dengan memunculkan kebiasaan baru yang tidak kurang buruknya. Ia memerlukan pengganti bagi kebutuhan psikologis yang biasanya dipenuhi dengan perilaku merokok.

Karena itulah, sebelum kita mencapai tingkat kepiawaian seperti Erickson, tetap penting untuk mengetahui akar masalah setepat-tepatnya. Anda tidak perlu menduga-duga untuk menemukan akar masalah pasien anda. Kita hanya perlu mencari tahu sejelas-jelasnya apa akar masalah pasien—bagaimana polanya, apakah ada perkecualian dalam perilaku simptomatik itu, dan apa sumberdaya yang bisa dimanfaatkan untuk menyingkirkan akar masalah tersebut.

Yang saya maksud dengan perkecualian pada perilaku simptomatik itu misalnya seperti ini. Setiap kali seseorang berhadapan dengan pemicu, ia akan mengembangkan perilaku tersengal-sengal, tiba-tiba pandangannya gelap, dan ia pingsan. Tetapi itu tidak terjadi saat ia berbelanja di pasar, atau ketika sendirian. Dan hanya terjadi ketika ia berkumpul di tengah para kerabat. Perkecualian-perkecualian ini, jika ada, bisa anda manfaatkan sebagai sumberdaya untuk mengendalikan perilaku simptomatik. Atau untuk mencari tahu tujuan positif yang didapatkan oleh pasien dengan simptom tersebut.

7. Manfaat positif Simptom

Simptom tertentu seringkali melayani kebutuhan psikologis pengidapnya. Seorang pasien secara sadar ingin sembuh, tetapi secara tidak sadar ia cemas bahwa jika ia sembuh suaminya pasti tidak terlampau peduli lagi kepadanya, atau ia tidak punya hal lain yang akan membuat suaminya memperhatikannya. Dalam kasus ini, simptom dikembangkan karena ia memiliki manfaat positif.

Jika anda menghadapi kasus seperti ini, teknik-teknik menggeser simptom dan mengubah simptom akan efektif dilakukan sebelum anda benar-benar menyingkirkan simptom pasien. Tetapi bagaimanapun, anda tetap perlu memberikan alternatif kepada pasien untuk membuat kebutuhan psikologisnya terlayani meskipun simptomnya sudah dihilangkan.

Ia perlu diberi alternatif untuk mengembangkan perilaku baru yang lebih sehat dan lebih produktif, yang juga bisa melayani kebutuhan psikologisnya.

Jadi, jika akar masalahnya masih ada dan masih aktif, anda bisa melakukan penanganan secara bertahap sebagai berikut. Pertama, anda membuat pasien menemukan alternatif untuk melayani kebutuhan psikologisnya. Kedua, anda ciptakan perubahan kecil terhadap simptom untuk memberi bukti keberhasilan penanganan anda; itu akan membuatnya bertahan menjalani terapi. Ketiga, singkirkan akar masalah.

Jika akar masalahnya sudah tidak ada dan pasien anda hanya merespons situasi karena kebiasaan, maka anda hanya perlu dua tahap untuk menyingkirkan simptomnya. Pertama, temukan alternatif untuk melayani kebutuhan psikologis. Kedua, ubah atau singkirkan simptom.

8. Langkah-langkah Melakukan Pengubahan Simptom

Di bawah ini adalah langkah-langkah sebagai panduan anda dalam mempraktekkan pengubahan simptom:

  1. Bimbing subjek memasuki trance dan latih subjek untuk memunculkan respons ideo-motor. Ini latihan penting karena anda akan menggunakannya untuk urusan memindah-mindahkan atau menggeser atau mengubah simptom.
  2. Mintalah kepada bawah sadar untuk memindahkan, atau mengurangi, atau mengubah simptom itu ke bentuk-bentuk lain sesuai yang anda sugestikan kepada bawah sadar pasien. (Simptom baru yang dimunculkan harus lebih ringan ketimbang simptom lama.
  3. Mintalah kepada bawah sadar untuk memberi tahu pasien apakah akar masalahnya masih ada dan apa akar masalah itu jika ia masih ada.
  4. Tanyakan kepada bawah sadar apakah ia bersedia membuat pasien tahu tujuan positif dari simptom yang dimunculkannya. Menanyakan manfaat positif dari simptom merupakan hal penting sebab anda menjadi tahu bahwa simptom tersebut muncul karena melayani kebutuhan psikologis tertentu pada pasien. Jika anda menyingkirkan simptom begitu saja, dan mengabaikan kebutuhan psikologis terhadap simptom tersebut, maka pasien akan mencari sendiri pengganti dari kebutuhan psikologis tersebut, atau mengembalikan lagi perilaku simptomatiknya. Ini yang sering terjadi dengan kasus pasien kambuh.
  5. Secara bertahap, singkirkan akar masalah, ubah dan singkirkan simptom, dan layani tujuan positif simptom tersebut dengan hal-hal yang lebih sehat dan produktif. Mula-mula sekali kita harus mengembangkan respons ideo-motor dan kemudian meminta bawah sadar untuk memindahkan atau mengubah simptom, dengan caranya sendiri. Dalam hal ini anda melakukan negosiasi dengan bawah sadar pasien.

Salam,
A.S. Laksana

0 comments: