Fatwa: “Kuya Emang Haram”
| A.S. Laksana |Apa boleh buat, hal-hal yang menjengkelkan terus terjadi. Seperti sambung-menyambung dengan bocoran Wikileaks tentang Presiden SBY menyelewengkan kekuasaan, beberapa hari belakangan muncul kabar tentang rencana kudeta oleh para purnawirawan TNI yang bahu-membahu dengan kelompok Islam garis keras. Saya curiga bahwa itu hanya akal-akalan untuk membuat seolah-olah situasi kita selalu genting, dan karena itu pemerintah tidak bisa bekerja optimum.
Rencana kudeta ini diberitakan pertama kali oleh Al-Jazeera, dengan narasumber para pembikin rencana. Pertanyaannya, kenapa plot ini sedemikian buruknya sehingga para pelaku membongkar sendiri plot mereka? Apakah memang ada “jawatan pengelola isu” di tubuh pemerintahan, yang bekerja memang untuk mengolah dan mengangkat isu-isu tertentu ke permukaan? Mungkin jawatan itu bekerja dengan tujuan agar orang tak bisa fokus pada masalah yang ada di bawah permukaan.
Belum surut pembicaraan tentang kudeta, sekarang muncul lagi fatwa bahwa pertunjukan “Uya Emang Kuya” adalah “Haram Emang Haram”. Pecah lagi perhatian kita.
Dalam beberapa kesempatan saya pernah menyatakan, termasuk menyinggungnya satu kali di ruangan ini, bahwa pertunjukan Uya Kuya itu hanya sandiwara. Ia tampak seperti hipnosis, karena memang dimaksudkan agar penonton memahaminya seperti itu, tetapi sama sekali bukan. Nanti saya akan menyampaikan alasan saya atas pendapat ini.
Sebelum itu, saya ingin menyampaikan bahwa memang saya lebih suka kalau pertunjukan semacam itu disingkirkan saja. Itu hak pribadi saya sebagai konsumen dan saya melakukannya karena rasa cemas bahwa pertunjukan Kuya itu akan menyesatkan banyak orang. Sekarang anda sudah melihat buktinya. Orang banyak plonga-plongo saja di depan televisi menyaksikan pertunjukan tersebut dan semakin gagal memahami hipnosis. Para ulama meleset. Anggota DPR remuk pendapatnya. “Dari segi agama memang tidak boleh tayangan itu. Tayangan Uya Kuya itu kan gendam...,” kata Jamal Aziz, anggota DPR dari Hanura.
Lihatlah, Mas DPR itu menyamakan gendam dengan hipnosis, seperti menyamakan kuda lumping dengan onta. Itu sungguh mengharukan karena ia adalah wakil rakyat. Ia remuk sambil membawa-bawa agama.
Anda tahu, hipnosis panggung, karena hanya dimaksudkan sebagai tontonan, memang cenderung mempertahankan agar orang awam tidak memahami rahasianya. Para hipnotis panggung sendiri sering mengambil sikap mendua dalam hal ini. Sering mereka menyatakan bahwa hipnosis bisa dilakukan oleh siapa saja, tetapi mereka tetap membuat penampilan yang mengesankan seolah-olah hipnotis memiliki kekuatan misterius.
Hasilnya, ketidakpahaman itu sekarang mewujudkan dirinya dalam tindakan ekstrem. Fatwa haram dimunculkan dengan alasan yang sangat keliru. Ia keliru dalam banyak hal. Pertama, itu bukan hipnosis. Kedua, itu bukan hipnosis. Ketiga, itu bukan hipnosis. Keempat dan seterusnya, itu bukan hipnosis. Terakhir, anda harus benar-benar memahami hipnosis untuk menyatakan apakah ia halal atau tidak.
Saya akan tetap menyatakan bahwa pertunjukan Kuya hanya sandiwara. Tentang hal ini, para ulama bisa meminta pengakuan dari pelakunya langsung, baik si Kuya maupun orang-orang yang pura-pura tidur itu. Tanyakan kepada mereka, kalau perlu mintalah mereka bersumpah di bawah kitab suci.
Kemudian tentang apakah hipnosis halal atau tidak, saya hanya teringat pada cerita Pak Wagub Saifullah Yusuf tentang Gus Dur. Mula-mula saya mendengar darinya bahwa Gus Dur selalu tidur saat seminar ketika orang-orang bertanya, dan bisa menjawab semua pertanyaan begitu ia bangun tidur. Saya membuktikan sendiri bahwa itu memang benar-benar terjadi. Beberapa kali saya mengikuti seminar Gus Dur dan ia selalu trance.
Dari Gus Mus saya pernah mendapatkan cerita tentang bagaimana ia dan Gus Dur belajar bahasa Perancis bersama saat di Al-Azhar. Gus Mus rajin berlatih melafalkan bahasa Perancis yang membuat lidah keriting. Gus Dur tidur di sebelahnya. “Kamu yang belajar, nanti saya yang bisa,” kata Gus Dur.
Satu cerita lagi yang pernah saya dengar tentang Gus Dur dari Saifullah Yusuf adalah bagaimana cara almarhum menyingkirkan rasa sakit. Di tahun 1990-an mereka pergi ke Korea Selatan dan di sana jari tangan Gus Dur kejepit pintu keras sekali. Darah mengucur tak habis-habis. Beberapa waktu lalu Gus Ipul mengulangi lagi cerita ini saat kami bersama-sama menjenguk Franky Sahilatua.
Saya melihat saat Gus Ipul menceritakan ini, ia sebetulnya tengah menceritakan kekagumannya terhadap sang paman. Gus Dur seperti tidak merasakan apa-apa meski jarinya luka sangat parah. “Rasa sakit itu tak ada kalau kita tidak memikirkannya,” katanya.
Pak Kiai, anda tahu, hipnosis bekerja antara lain dengan prinsip seperti itu yang disampaikan oleh Gus Dur itu. Saya tidak ingin mengganggu pandangan orang tentang almarhum dan kemampuan linuwih-nya sebagai kiai besar. Tetapi menurut saya ia tahu prinsip-prinsip hipnosis dan bisa menjalankannya dengan mumpuni. Ia bisa menidurkan dirinya sendiri kapan ia mau sembari tetap menyimak apa yang terjadi di sekitarnya. Itu namanya trance. Ia bisa menyingkirkan rasa sakit. Dalam hipnosis itu disebut fenomena anestesia. Tubuh anda akan kebal dari rasa sakit ketika anda menggeser pikiran anda.
Dengan apa yang dilakukan oleh Gus Dur, saya tidak tahu di mana letak keharaman hipnosis. Ia bisa dipelajari oleh siapa saja, seperti ilmu menambal ban. Karena itu, jika hari ini hipnosis diharamkan, maka pada saat berikutnya saya kita menambal ban bisa juga diharamkan.
Pertunjukan si Kuya perlu dicermati bukan karena halal atau haram, tetapi karena ia melakukan “penipuan”. Saya termasuk orang yang risau pada pertunjukan Uya Kuya. Karena itu, beberapa saat sebelum pertunjukan itu dinyatakan haram, secara sangat serius saya sempat melempar pertanyaan di facebook: “Apakah tidak ada yang berpikir untuk melaporkan Uya Kuya ke Polsek terdekat? Setiap hari ia melakukan penipuan di televisi.”
Ya, ketika ada kabar bahwa facebook dan twitter hendak diawasi oleh intelijen, saya memutuskan untuk memiliki akun facebook. Dan saya lihat beberapa hari ini ada teman yang rajin mengucapkan selamat tidur kepada para intel. “Tentu mata anda lelah sekali setelah memelototi layar komputer seharian. Selamat tidur.” Paginya, ia memberi ucapan selamat bekerja kepada para intel. Selamat memelototi layar komputer seharian.
Seorang teman menanyakan siapa yang berhasil menghasut saya untuk membuat akun facebook. Saya menjawab, “Hosni Mubarak, beberapa hari lalu.”
Sekarang saya ingin menjelaskan alasan saya tentang sandiwara Kuya. Anda tahu, salah satu karakteristik trance adalah ekonomis, baik dalam gerak maupun bicara. Di dalam pertunjukan si Kuya, anda akan melihat bahwa orang-orang yang tidur itu hanya berpura-pura tidur. Tidak ada karakteristik trance sama sekali pada mereka. Subjek-subjek hipnotik Kuya hampir semuanya menunjukkan tingkah yang tidak ekonomis: perilaku mereka berlebihan dan mereka menyemburkan pengakuan seperti pembicara seminar.
Dan ini sebuah rahasia: di bawah pengaruh hipnosis, orang tidak berubah menjadi keledai. Ia tetap bisa mengendalikan kesadarannya. Mengalami trance di bawah pengarahan hipnotis adalah serupa dengan anda menyerahkan mobil anda kepada teman untuk menyopirinya. Anda meminta teman anda menyopir mobil anda, dan anda duduk di sebelahnya menikmati saja. Namun, ketika teman anda membawa mobil anda masuk jurang, anda tidak akan membiarkannya, bukan?
Sedikit saja mau memahami hipnosis, anda akan tahu bahwa Kuya hanya bersandiwara dan sebagaimana lazimnya reality show, ia berhasrat sensasional. Tentu saja Kuya harus mempertahankan diri bahwa ia sedang memeragakan hipnosis. Jika ia bilang bahwa ia menggelar sandiwara, maka orang tidak akan menontonnya.
Jadi, Pak Kiai, rasa-rasanya fatwa pengharaman ini terlalu berlebihan. Saya kira cukup Yayasan Lembaga Konsumen saja yang bergerak. Mereka harus melakukan sesuatu untuk melindungi konsumen televisi dari acara-acara yang menyesatkan.
0 comments: