Fleksibilitas dalam Induksi Trance
| A.S. Laksana |Dengan dedikasinya yang luar biasa pada hipnosis dan apresiasinya terhadap individualitas subjek, sesungguhnya Milton Erickson menggunakan cara apa saja yang nyaman bagi subjek yang dihadapinya. Di sinilah ia menunjukkan fleksibilitas sebagai hipnotis yang berakar dari pemahamannya terhadap aspek-aspek perilaku manusia. Ia memanfaatkan perilaku subjek itu sendiri untuk membawa mereka trance dalam cara yang mereka kehendaki.
Ingatlah bagaimana ia menghadapi pasien yang gelisah dan tak bisa duduk tenang dan selalu berjalan mondar-mandir di ruangannya. Erickson menanyakan kepada orang itu, “Apakah kau lebih suka memasuki trance dengan cara berjalan mondar-mandir?” (Baca Orientasi pada Subjek)
Milton tidak terjebak pada kekakuan ritual induksi dan mengharuskan pasiennya duduk di kursi dengan sikap tertentu dan kemudian menjalankan tekniknya untuk membuat orang itu tidur, tidak peduli bahwa orang itu sesungguhnya sangat tidak nyaman duduk di kursi dan ingin berjalan mondar-mandir.
Dalam sebuah eksperimen yang lain, Milton Erickson bahkan juga mengizinkan subjeknya, seorang perempuan muda yang tertarik untuk segera mengalami trance, untuk memilih sendiri kursi dan posisi yang ia merasa akan sangat nyaman. Ketika gadis itu sudah memilih tempat yang nyaman, ia kemudian mengatakan ingin merokok, dan Erickson menyodorkan kepadanya sebatang rokok. Tentang hal ini Erickson memaparkan:
“...gadis itu menyalakan rokok dengan malas, memandang kosong asap yang mengepul ke atas. Saya mengajaknya membicarakan kesenangan merokok, asap yang bergulung-gulung naik, perasaan tenteram menyelipkan rokok di bibir, kepuasan batin saat asyik masyuk mengisap rokok dengan nyaman dan tanpa keperluan untuk memberi perhatian pada apa yang ada di luar dirinya. Singkatnya, percakapan ringan berlangsung tentang mengisap dan menghembuskan, kedua kosakata ini disesuaikan dengan tarikan dan hembusan nafasnya. Pembicaraan lain adalah tentang bagaimana ia bisa secara otomatis mengangkat rokok dan menyelipkan ke bibir dan kemudian menurunkan tangannya ke lengan kursi. Pernyataan ini ditepatkan dengan apa yang sedang ia lakukan. Segera kata-kata “mengisap”, “menghembuskan”, “mengangkat” dan “menurunkan” memperoleh nilai pengkondisian tanpa ia sadari karena sugesti muncul dalam bentuk percakapan ringan. Dalam cara demikian juga kata-kata “tidur”, “mengantuk”, dan “ambang tidur” disesuaikan dengan apa yang berlangsung pada kelopak matanya.
Sebelum rokoknya habis, ia memasuki trance ringan. Kemudian kepadanya saya sampaikan sugesti bahwa ia bisa terus menikmati rokoknya saat ia tidur semakin lelap; bahwa saya akan menjaga rokoknya selagi ia tenggelam dalam tidurnya yang paling lelap; bahwa, saat ia tidur, ia akan terus merasakan sensasi merokok dan menikmati kepuasan. Ia trance sangat dalam, dan saya melatihnya untuk memberikan respons sesuai dengan pola perilaku bawah sadarnya.”
Ia tidak mendesakkan konsepsinya dan mengarahkan bagaimana “seharusnya” subjek berperilaku dalam induksi hipnotik. Sebaliknya, induksi dijalankan dengan semacam pengakuan bahwa peran hipnotis semestinya semakin mengecil dan peran subjek secara konstan semakin membesar. Hanya dengan demikian subjek akan memasuki trance dalam cara yang ia sangat bisa menerima dan menikmatinya. Dan Erickson bisa melakukan itu, melayani “tawaran” apa pun yang disodorkan oleh subjeknya, karena pemahamannya yang baik tentang perilaku manusia.
Itu adalah kecakapan yang ia peroleh karena gairahnya untuk terus-menerus melakukan pengamatan sejak ia muda. Dengan membuat penerimaan itu, pada gilirannya ia membalikkan keadaan dan membimbing subjeknya untuk menggali sumberdaya terbaik yang dimiliki oleh si subjek dan yang bisa diaktifkan untuk membangkitkan perilaku yang diperlukan untuk mengatasi masalah.***
0 comments: